nusakini.com--Masalah lahan di Indonesia merupakan masalah besar yang selama 70 tahun tak ada yang berani membereskan. Karena itu, meski sulit, masalah ini tetap harus dituntaskan.  

  “Sekitar 55 persen petani kita rata-rata hanya memiliki lahan kurang dari setengah hektar. Itu pun belum tentu milik dia sendiri. Artinya apa? Mereka akan kesulitan untuk bisa mengembangkan diri dengan keterbatasan lahan yang dimiliki,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memimpin Rapat Koordinasi tentang Kebijakan Pemerataan, Kamis (16/3) di Jakarta. 

  Karena itu, menurut Darmin, harus ada perubahan dan dorongan untuk mewujudkan pemerataan. “Jangan melulu membagikan alat-alat atau pengadaan, itu menjadikan masyarakat kita sebagai objek. Masyarakat harusnya menjadi subjek, sehingga pemberdayaan menjadi hal yang utama dan penting. Terus terang saja untuk data subjek sendiri merupakan urusan yang sulit. Tapi kita harus selesaikan,” tegasnya. 

  Hadir dalam rapat ini Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, serta pejabat eselon I dari lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/Bappenas. 

  Menteri PPN/Kepala Bappenas menyatakan hal senada. "Pada intinya reforma agraria ini untuk memberikan akses lahan bagi yang tidak punya tanah. Kita mendorong adanya konsolidasi dan kerja sama antara pemerintah, swasta dan masyarakat, agar lahan yang menganggur ini bisa dimanfaatkan lebih lanjut oleh masyarakat sekitar. Sehingga diperlukan database untuk penerima manfaat ini,” ujar Bambang. 

  Aspek penting lainnya dari kebijakan pemerataan adalah pendidikan vokasi. Perlu ada kesinambungan antara pendidikan dan dunia industri. Langkah yang perlu dilakukan, pemetaan potensi wilayah/lokal dan mengidentifikasi kebutuhan keahlian tenaga kerja berdasarkan potensi wilayah tersebut. Sehingga setelah menempuh pendidikan, individu menjadi produktif dan angka pengangguran dapat ditekan. 

  “Membangun kesepadanan dan komunikasi antara lembaga diklat dan industri (supply dan demand). Sisi supply diharapkan dapat mengubah orientasinya menjadi demand driven,” tambah Bambang. 

  Bambang menambahkan ada beberapa program yang disiapkan oleh pemerintah agar pemberdayaan masyarakat desa terwujud. Yang pertama program Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture (PRISMA). Program ini memiliki tujuan meningkatkan pendapatan 300.000 petani kecil sebesar 30% pada tahun 2018. “Program ini menggunakan pendekatan sistem pasar dengan memberikan layanan/bantuan kepada petani melalui mitra pelaku pasar,” jelasnya. 

  Selanjutnya kerja sama koperasi dan dunia usaha dalam Indonesia Coorperative Bussiness Development Alliance (ICBDA). Kerjasama ini mendorong pengembangan mata rantai pertanian komoditas bernilai tinggi dan memperkuat jaringan dan kemitraan pemasaran. Lalu ada peningkatan ekonomi pesisir penduduk miskin dan ketahanan pangan. 

  Agar kebijakan ini efisien dan segera rampung, Darmin membentuk tim kecil antar kementerian/lembaga terkait untuk saling berkomunikasi supaya sejalan dan tidak tumpang tindih. (p/ab)